“Halo, selamat pagi!“
Sang mentari menyapa dengan ramah. Sinarnya yang keemasan perlahan-lahan mulai mengelus wajah bumi. Penghuni bumi mulai merasakan kehangatannya.
“Ah…… segarnya pagi ini.” Aira terbangun dari tidurnya dengan wajah berseri –seri.
“Selamat pagi Embuni! Selamat pagi Kupu-kupu“, sapanya dengan ramah.
Aira adalah setetes air. Ia bertengger di atas sehelai daun melati.
“Aira, hari ini kamu lebih cerah dari biasanya,” kata Kupu-kupu.
“Apakah kesedihanmu sudah hilang? Apa obatnya?“ Tanya Embuni.
“Aku tidak bersedih lagi. Hari ini Ibu akan mengajakku untuk melihat dunia dan menunjukkan kepadaku betapa berartinya aku.”
Kemarin, Aira bersedih. Ia merasa tidak berarti. Ia tidak seperti Lebah yang menghasilkan madu.. Ia tidak bisa terbang. Ia juga tidak seperti bunga yang berbau harum. Ia hanyalah setetes air yang akan lenyap bila terkena panas matahari. Hal inilah yang mengganggu pikirannya berhari – hari, sehingga ia selalu nampak murung. Namun, hari ini ia gembira karena ibunya akan mengajaknya memulai petualangan baru.
“Kapan kita mulai berpetualang, Bu?” tanyanya tak sabar kepada Ibunya.
“Sebentar lagi. Kita tunggu sampai sinar matahari mengenai tubuhmu.“ “Tapi Bu, Bukankah tubuh kita bila kena sinar matahari akan lenyap? Lalu…..?”
“Sabarlah! Nanti akan ibu ceritakan“ kata Ibunya dengan senyum penuh arti.
Saat yang dinantikan tiba. Perlahan sinar Sang Surya mulai menyentuh tubuh Aira. Aneh! Tubuhnya terasa sangat ringan!
“Ibu, mengapa tubuhku sangat ringan?“
“Anakku, karena terkena panas tubuh kita berubah bentuk menjadi uap air. Coba rasakan! Tubuhmu ringan bukan?”
“Betul, Bu! Hei, lihat aku terbang! Aku melayang“ Aira berteriak kegirangan. Ia tidak pernah membayangkan bisa terbang seperti kupu-kupu.
“Tubuhmu melayang karena terbawa angin“ Aira merasakan tubuhnya semakin ringan dan melayang. Semakin tinggi dan tinggi.
“Ibu, kita akan kemana?“
“Anakku, kau lihat gumpalan awan putih itu?”
“Yang seperti kapas, Bu? Wow, indah sekali!”
“Mereka adalah sekumpulan saudara-saudaramu. Ke sanalah kita akan bergabung“ Dengan senang hati Aira mengikuti Ibunya bergabung dengan saudara-saudaranya lain. membentuk awan putih. Tak henti-hentinya ia menyanyi.
Kemudian bersama-sama saudaranya yang lain Aira melanjutkan perjalanan. Mereka melayari langit biru, melintasi puncak gunung dan bukit. Dari ketinggian angkasa Aira menyaksikan bumi yang elok mempesona. Sawah menghijau seperti hamparan permadani berlapis berlian yang berkilau. Sungai meliuk –liuk seperti ular. Ketika mereka berada di atas gunung, Aira merasakan gumpalan itu semakin berat. Aira kedinginan karena angin bertiup kencang. Awan berubah menjadi hitam.
“Ibu, aku takut!“
“Tenang, anakku! Sebentar lagi kita akan turun membasahi bumi.”
“Bagaimana caranya?
“ Angin kencang akan menerbangkan kita. Kemudian kita semua akan turun serempak. Manusia menamai kita hujan“ Belum selesai Ibunya berbicara, mereka dengan cepat dan serempak turun di bumi.
“Wow, asyik Bu! Seperti main dengan papan luncur,” Aira tertawa kegirangan. Wajahnya bertambah ceria ketika melihat Pak Tani menyambut kedatangan hujan dengan gembira. Rupanya kedatangan mereka sudah dinantikan. Aira mendengar mereka berkata:
“Hujan turun. Sudah tiba saatnya bagi kita untuk menanam.”
“Ya, dengan turunnya hujan sawah kita tidak kering lagi.”
Aira senang mendengar perkataan itu. Rupanya dirinya dapat menyuburkan tanah Pak Tani.
Perjalanan Aira berlanjut. Kali ini ia tiba di atas rumah yang mungil. Seorang anak perempuan berteriak, “Mama,hujan turun. Tidak lama lagi bunga - bunga kita akan mekar!“ suara itu terdengar ketika Aira berada di atas tanah.
Dengan tersenyum Aira merasakan kegembiraaan anak itu. Sebelum meresap ke dalam tanah sekali lagi ia menatap wajah anak itu. Wajah anak perempuan itu berseri ketika mengamati bunga-bunga di taman yang baru kuncup.
Tidak lama kemudian Aira melewati lorong yang gelap dan lembek.
“Bu, tempat apa ini?“
“Anakku, kita meresap ke dalam tanah. Sebentar lagi kita akan keluar dan menjadi mata air.”
Aira mengikuti rombongan ibunya dengan seribu pertanyaan. Pengalaman apa lagi yang ia alami?
Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya Aira melihat setitik cahaya. Ia dan keluarganya menuju ke arah cahaya itu. Tak lama kemudian mereka menerobos cahaya dan hei.. apakah itu? Aira heran karena setelah keluar dari tanah mereka berkumpul dengan rombongan air lainnya. Mereka sangat banyak dan menempati kolam yang sangat luas dan panjang serta berkelok-kelok.
“Aira, disinilah keluarga kita, keluarga air, bertemu. Ini adalah sungai.”
“Apakah keluarga kita disini semua, Bu? Perjalanan berhenti sampai disini?”
“Tidak, anakku. Keluarga besar kita berpencar. Ada yang di sumur, ada yang di danau dan di tempat lainnya. Mari kita lanjutkan petualangan kita“ Aira melanjutkan petualangannya. Ia menjadi air sungai. Mengalir menuruni punggung gunung. Ia rasakan hawa sejuk pegunungan. Ia rasakan kecipak air akibat gerakan ikan-ikan yang berenang disekitarnya. Ia rasakan kaki-kaki anak kecil yang berenang dan mandi dengan airnya. Ia dengarkan sendau gurau para ibu yang mencuci sayuran di atas permukaannya. Wah, banyak lagi yang ia rasakan dan saksikan! Betapa bahagianya Aira!
“Ibu, aku sangat senang sekarang. Ternyata aku sangat berarti. Banyak orang yang membutuhkan kehadiranku.”
“Syukurlah, anakku. Jadi mulai saat ini janganlah berkecil hati. Sekecil apapun kita, selemah apapun kita, kita masih dapat berguna bagi orang lain, selama kita melakukan tugas kita dengan sungguh-sungguh.“ “Terimakasih, Ibu. Banyak pengalaman dan pelajaran yang kuterima hari ini! “Dengan sukacita Aira melanjutkan perjalanan hidupnya.
Teman – teman ingin bertemu dan berkenalan dengan Aira? Bangunlah pagi-pagi dan temukanlah ia di balik dedaunan! Mungkin ia disana. Atau mungkin ia mengalir dengan riang di sepanjang sungai yang mengalir di belakang rumahmu. Sampaikan salam padanya dan jangan lupa berilah ucapan terimakasih kepadanya karena sudah menghidupi bumi. Berjanjilah untuk tetap menjaga kelestarian alam yang sangatdicintainya. Niscaya, ia akan menyambutmu dengan senyum yang paling cantik. Dan ia merasa berbahagia.
Oleh: Marmini Estiningsih [mar_minik @yahoo .com]
http://ceritaanak.org/index.php/cerita-anak-orisinil/171-petualangan-aira